Senin, 01 Maret 2021

PASEK GELGEL DESA AAN




PERJALANAN ENAM PUTRA

KYAYI GUSTI AGUNG PASEK GELGEL
Dan hubungannya dengan beberapa nama desa di Klungkung
Sugra pekulun
Pasek Sanak Enem adalah putra dari Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel dari istrinya didesa Gelgel. keenam putranya itu diberi nama sama yakni I Gusti Pasek Gelgel, yaitu :
- I Gusti Pasek Gelgel Aan
- I Gusti Pasek Gelgel Akah
- I Gusti Pasek Gelgel Mandwang
- I Gusti Pasek Gelgel Sangkan
Bhuwana
- I Gusti Pasek Gelgel Bhudaga
- I Gusti Pasek Gelgel Pegatepan
Setelah dewasa , Mereka mendapat kepercayaan dari Dalem Gelgel Çri smara kepakisan, yang bertahta mulai tahun Çaka 1302 sampai dengan 1382 ( tahun 1380 sampai dengan 1360 M ).
Kepercayaan Dalem Gelgel Çri Smara Kepakisan terhadap I Gusti Pasek Gelgel enam bersaudara kandung disebut sanganampa sajña sira Dalem ( yang menerima perintah langsung dari Dalem ).
Karena hubungan dengan Punggawa Punggawa kerajaan yang lainnya kurang harmonis dan untuk mencegah keributan
Maka I Gusti Pasek Gelgel rela meninggalkan jabatan yang didudukinya.
Pada malam hari senin umanis, tolu, bertepatan dengan Tilem sasih kapitu ( bulan januari ) I Gusti Pasek Gelgel enam bersaudara dengan diiringi beberapa orang rakyat, meninggalkan ibu kota kerajaan Gelgel menuju arah timur laut dan sampai di bukit Buluj desa Gunaksa, daerah klungkung. Dari sana mereka melihat ada dua pohon beringin yg besar dan tinggi menjulang kelangit diarah barat laut. Lalu dari Bukit Buluh mereka melanjutkan perjalanan menuju barat laut dengan tujuan kepohon beringin tersebut. Tidak dikisahkan perjalanannya, tiba-tiba mereka sampai dihutan. Didalam hutan tersebut ada sebatang pohon beringin yg banyak akar dan akar tunjangya. Lalu hutan tersebut dirabas dan pohon beringin iti ditebang.
DESA AKAH
Selanjutnya ditempat itu I Gusti Pasek Gelgel membangun rumah dan menempatkan adiknya yg kedua disana. Lama-kelamaan tempat itu menjadi sebuah desa dan diberi nama Desa Akah. Nama itu diberikan untuk mengenang bahwa disana terdapat sebatang pohon beringin yg banyak akar dan akar tunjangya. I Gusti Pasek Gelgel diangkat sebagai perbekel bergelar I Gusti Pasek Gelgel Akah.
Adapun kakak dan adik-adik I Gusti Pasek Gelgel Akah dari Desa Akah meneruskan perjalanannya menuju arah barat laut.
DESA MANDWANG
Entah berapa lama di dlm perjalanannya, sampailah mereka di sebuah hutan. Hutan tersebut di tumbuhi pohon andong warna hijau dan letak hutan tersebut melintang ( dalam bahasa bali : ngandang ) hutan itu lalu di rabas.
Disana I Gusti Pasek Gelgel membangun rumah dan menempatkan adiknya yang ketiga. Kemudian tempat itu menjadi sebuah desa diberi nama Mandwang, mengingatkan bahwa iti bekas hutan andong yg melintang. Desa yg terletak didaerah Klukgkung itu kemudian di pimpin oleh I Gisri Pasek Gelgel yg di angkat sebagai perbekel bergelar I Gusti Pasek Gelgel Mandwang.
Sedang kakak bersama adik-adiknya dari desa mandwang meneruskan perjalanan menuju arah barat laut.
Entah berapa lama di dalam perjalanannya, mereka lalu menemukan hutan yg lebat. Hutan tersebut dirabas, dan dari sana I Gusti Pasek Gelgel bersama- sama adik dan rakyatnya meneruskan perjalanan menuju arah utara. Disana mereka menjumpai sebuah bukit. Kemudian I Gusti Pasek Gelgel lagi berbalik menuju arah tenggara. Didalam perjalanannya ini, lagi ditemukan sebuah bukit. Bukit itu dinamakan bukit kembar.
Lalu disana I Gusti Pasek Gelgel menenang pohon mulai dari arah Timur
Lalu ke selatan, lagi ke tengah, terus ke utara dan ke barat. Caranya menebang pohon tersebut dlm bahasa bali disebut selasah-seleseh atau selasah- selisih. Disana lalu mereka beristirahat dan mendirikan tempat tinggal. Lama-lama desa yg terletak di Klungkung itu akhirnya menjadi desa selisihan. Dari desa selisihan, I Gusti Pasek Gelgel lagi berangkat menuju arah barat serta didesa ini tidak ada sanak saudaranya ditinggalkan
Ia terus mendaki sebuah bukit yg dinamakan bukit uluran. Dari sana I Gusti Pasek Gelgel memperhatikan pohon beringin yg besar dan tinggi tersebut di yakini angker
Dari atas bukit itu I Gusti Pasek Gelgel memandang ke selatan. Tampaklah ke dua pohon beringi tersebut. Oleh karena itu, bukit uluran tersebut di ganti namanya menjadi bukit pengukur-ukur.
Tempat itu dapat di capai, diyakini berkat wara nugraha bhatara terutama bhatara di catur perhyangan. Seterusnya I Gusti Pasek Gelgel bersama sanak saudara dan rakyatnya dari bukit pengukur-ukur turun, lalu berangkat ke arah selatan. Yang di tuju tidak lain adalah tempat pohon beringin tersebut. Pohon beringin yg besar dan tinggi itu, ternyata merupakan hutan lebat. Kecuali pohon beringin tersebut, terdapat pula pohon kayu lainnya yg besar dan tinggi termasuk pohon haa. Disana I Gusti Pasek Gelgel berdoa semoga memperoleh wara nugraha hyang widhi wasa dan bhatara-bhatari catur perhyangan. Setelah dirasakan memperoleh wara nugraha tersebut, lalu I Gusti Pasek Gelgel bersama sanak saudara dan rakyatnya mulai merabas hutan dengan menebang pohon haa yg besar dan tinggi, di mulai dari timur laut.
Tidak diceritakan, sudah dua pertiga dari luas hutan tersebut selesai di rabas. Ketika masih sepertiga pada bagian selatan, I Gusti Pasek Gelgel beehenti merabas hutan itu. Kemudian pasa hari senin wage, wuku medangsya, I Gusti Pasek Gelgel, lagi merabas hutan dan menebang kayu-kayunya. Disana I Gusti Pasek Gelgel membangun rumah untuk tempat tinggalnya. Pada hari minggu wage, wuku kerulut, I Gusti Pasek Gelgel yg sulung berjumpa dengan seorang perempuan hitam manis berambut panjang datang dari utara. Wanita ini membawa sebuah penarak ( bakul) berisi batang ketela rambat dan bungbung berisi kapur. Seribanya di kediaman I Gusti Pasek Gelgel, peeempuan itu disapa, siapa nama dan dari mana asalnya. Wanita itu mengaku berasal dari Desa Tista bernama Luh Putu Giri. Ia mengatakan, tidak mempunyai tujuan kemana. Ia hanya mengikuti kemana kakinya melangkah. Selanjutnya Ni Luh Putu Giri dipersunting oleh I Gusti Pasek Gelgel yg sulung. Meeeka kemudian meneruskan merabas hutan itu, dan di sana I Gusti Pasek Gelgel sanak saudaranya bertempat tinggal.
Kemudian adiknya yg keempat pinfah ke banjar sangkan bhuawana Desa Pekandelan, daerah Klungkung. Ia lalu di angkat menjadi perbekel bergelar I Gusti Pasek Gelgel Sangkan Bhuawana. Adiknya yg kelima pindah ke Banjar Bhudaga Desa Pekandelan, daerah Klungkung. Disana ia diangkat menjadi perbekel bergelar I Gusti Pasek Gelgel Bhudaga. Sedang adiknya yg bungsu kembali ke Desa Gelgel bertempat tinggal di Banjar Pegatepan Desa Gelgel. Adapun I Gusti Pasek Gelgel yg sulung dan tinggal di tempat itu membangun desa di beri nama Desa Aan, sebab hutan itu dahulu banyak terdapat pohon haa. Disana ia menjadi perbekel bergelar I Gusti Pasek Gelgel Aan.
menebang pohon mulai dari arah timur
Lalu ke selatan, lagi ke tengah, terus ke utara dan ke barat. Caranya menebang pohon tersebut dlm bahasa bali disebut selasah-seleseh atau selasah- selisih. Disana lalu mereka beristirahat dan mendirikan tempat tinggal. Lama-lama desa yg terletak di Klungkung itu akhirnya menjadi desa selisihan. Dari desa selisihan, I Gusti Pasek Gelgel lagi berangkat menuju arah barat serta didesa ini tidak ada sanak saudaranya ditinggalkan
Ia terus mendaki sebuah bukit yg dinamakan bukit uluran. Dari sana I Gusti Pasek Gelgel memperhatikan pohon beringin yg besar dan tinggi tersebut diyakini angker
Dari atas bukit itu I Gusti Pasek Gelgel memandang ke selatan. Tampaklah ke dua pohon beringi tersebut. Oleh karena itu, bukit uluran tersebut di ganti namanya menjadi bukit pengukur-ukur.
Tempat itu dapat di capai, diyakini berkat wara nugraha Bhatara terutama bhatara di catur perhyangan. Seterusnya I Gusti Pasek Gelgel bersama sanak saudara dan rakyatnya dari bukit pengukur-ukur turun, lalu berangkat ke arah selatan. Yang di tuju tidak lain adalah tempat pohon beringin tersebut. Pohon beringin yg besar dan tinggi itu, ternyata merupakan hutan lebat. Kecuali pohon beringin tersebut, terdapat pula pohon kayu lainnya yg besar dan tinggi termasuk pohon haa. Disana I Gusti Pasek Gelgel berdoa semoga memperoleh wara nugraha hyang widhi wasa dan bhatara-bhatari catur perhyangan. Setelah dirasakan memperoleh wara nugraha tersebut, lalu I Gusti Pasek Gelgel bersama sanak saudara dan rakyatnya mulai merabas hutan dengan menebang pohon haa yg besar dan tinggi, di mulai dari timur laut.
Tidak diceritakan, sudah dua pertiga dari luas hutan tersebut selesai di rabas. Ketika masih sepertiga pada bagian selatan, I Gusti Pasek Gelgel beehenti merabas hutan itu. Kemudian pasa hari senin wage, wuku medangsya, I Gusti Pasek Gelgel, lagi merabas hutan dan menebang kayu-kayunya. Disana I Gusti Pasek Gelgel membangun rumah untuk tempat tinggalnya. Pada hari minggu wage, wuku kerulut, I Gusti Pasek Gelgel yg sulung berjumpa dengan seorang perempuan hitam manis berambut panjang datang dari utara. Wanita ini membawa sebuah penarak ( bakul) berisi batang ketela rambat dan bungbung berisi kapur. Seribanya di kediaman I Gusti Pasek Gelgel, peeempuan itu disapa, siapa nama dan dari mana asalnya. Wanita itu mengaku berasal dari Desa Tista bernama Luh Putu Giri. Ia mengatakan, tidak mempunyai tujuan kemana. Ia hanya mengikuti kemana kakinya melangkah. Selanjutnya Ni Luh Putu Giri dipersunting oleh I Gusti Pasek Gelgel yg sulung.
BANJAR SANGKAN BHUWANA
Meeeka kemudian meneruskan merabas hutan itu, dan di sana I Gusti Pasek Gelgel sanak saudaranya bertempat tinggal.
Kemudian adiknya yg keempat pinfah ke banjar sangkan bhuawana Desa Pekandelan, daerah Klungkung. Ia lalu di angkat menjadi perbekel bergelar I Gusti Pasek Gelgel Sangkan Bhuawana.
BANJAR BHUDAGA
Adiknya yg kelima pindah ke Banjar Bhudaga Desa Pekandelan, daerah Klungkung. Disana ia diangkat menjadi perbekel bergelar I Gusti Pasek Gelgel Bhudaga.
BANJAR PEGATEPAN
DESA GELGEL
Sedang adiknya yg bungsu kembali ke Desa Gelgel bertempat tinggal di Banjar Pegatepan Desa Gelgel.
DESA AAN
Adapun I Gusti Pasek Gelgel yg sulung dan tinggal di tempat itu membangun desa di beri nama Desa Aan, sebab hutan itu dahulu banyak terdapat pohon haa. Disana ia menjadi perbekel bergelar I Gusti Pasek Gelgel Aan.
Demikianlah kurang lebih perjalanan dari Pasek Sanak Enem
( Gambar hanya ilustrasi )
Dimogi Makasami polih kerahayuan
Klungkung Semarapura
Kirang langkng nunas sinampura — with Ketut Cholink

Tidak ada komentar:

Posting Komentar